Kamis, 18 September 2014

PESTISIDA, BAHAYA SERTA PENAGGULANGANNYA









PESTISIDA, BAHAYA SERTA PENANGGULANGANNYA
KELOMPOK 3
IKA HUMAEROH, DECCIA CITRA, SISKA FAUZI, RICHY MAYSANDI, RENDHIKA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA, FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA, 2014







PESTISIDA DAN BAHAYANYA

1.      Pestisida
   Istilah pestisida berasal dari bahasa Latin yaitu pestis dan caedo yang bila diterjemahkan secara bebas berarti racun untuk mengendalikan jasad pengganggu.

 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1973 yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti serangga, tikus, fungi dan gulma, memberantas rerumputan, mencegah hama-hama, binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman.

   The United State Federal Enviromental Pesticide Control Atc (Green, 1979) mendefenisikan pestisida sebagai semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas, mencegah atau menangkis dari gangguan serangga, binatang pengerat nematode, cendawan, gulma yang dianggap hama kecuali virus, bakteri.

2.        Toksikologi pestisida
Mekanisme masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui penghirupan, pencernaan dan kulit. Pestisida terdistribusi ke seluruh jaringan terutama sistem saraf pusat. Beberapa diantaranya mengalami biotransformasi, dirubah menjadi intermediet yang lebih toksik (paraoxon) sebelum dimetabolisir (Lu, 1995). Semuanya mengalami degradasi hydrolysis di dalam hati dan jaringan-jaringan lain, biasanya dalam waktu hitungan jam setelah absorbsi. Waktu paruh organofosfat berkisar antara 1-2 hari. Produk degradasinya mempunyai toksisitas yang rendah dan dikeluarkan/diekskresikan dalam bentuk urin dan faeces.
Toksisitas atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan yang menggambarkan potensi pestisida tersebut untuk membunuh secara langsung pada hewan atau manusia. Toksisitas dinyatakan dalam LD50 (lethal dose), yakni jumlah pestisida yang menyebabkan kematian 50% dari binatang percobaan yang umumnya digunakan adalah tikus. Dosis dihitung dalam mg per kilogram berat badan (mg/kg). Namun ada perbedaan antara LD50 oral dan LD50 dermal. LD50 oral adalah dosis yang menyebabkan kematian pada binatang percobaan tersebut diberikan secara oral atau melalui makanan, sedangkan LD50 dermal ialah dosis yang terpapar melalui kulit (Depkes RI, 2003).
Pestisida meracuni manusia melalui berbagai proses seperti :
a. Kulit
Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada kulit ketika petani memegang tanaman yang baru saja disemprot, ketika pestisida pada kulit atau pakaian, ketika petani mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau ketika anggota keluarga mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani atau pekerja lapangan, cara keracunan yang paling sering terjadi adalah melalui kulit.
b. Pernafasan
Hal ini paling sering terjadi pada petani yang menyemprot pestisida atau pada orang-orang yang ada di dekat tempat penyemprotan. Perlu diingat bahwa beberapa pestisida yang beracun tidak berbau.
c. Mulut
Hal ini terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar, atau ketika makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.

3.      Pestisida berdasarkan Struktur Kimia :


a. Organofosfat

Bahan aktif sebagian besar golongan ini sudah dilarang beredar di Indonesia, misalnya Diazinon, Fenitol, Fenitration, Klorpirifas, Kulnafas dan Malation. Sedangkan bahan aktif lainnya dari golongan ini cukup banyak digunakan untuk beberapa jenis pestisida. Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau pernafasan. Gejala keracunan adalah timbulnya gerakan otot-otot tertentu, penglihatan mata terganggu, banyak keringat dan otot tidak bisa digerakkan.

·         Mengandung fosfor
·         Lebih beracun thd manusia dan vertebrata lainnya dibanding organoklorin
·         Berspektrum luas
·         Persisten dalam tanah
·         Bekerja sebagai racun syaraf
·         Ex. Malathion

b. Organoklorin

Pestisida golongan organochlorin di Indonesia hanya digunakan untuk memberantas vektor malaria dan tidak digunakan untuk pertanian. Contoh pestisida organochlorin adalah DDT, Dieldrin dan Eldrin. Ketentuan ini sesuai dengan Keputusan Bersama Tiga Menteri Pertanian Republik Indonesia. Residu organoklorin ini dapat bertahan lama, berakumulasi dalam tanah dan berpengaruh terhadap susunan syaraf terutama pada membran syaraf dan terakumulasi di dalam lemak manusia.
Pestisida ini merupakan senyawa yang tidak reaktif, bersifat stabil dan persisten. Jenis ini merupakan yang paling banyak menimbulkan masalah. Di negara-negara maju penggunaan pestisida ini telah dibatasi. Gejala keracunan yang disebabkan golongan ini adalah : sakit kepala, pusing, mual, muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar dan kesadaran hilang.

·         Mengandung karbon,klorin,hidrogen,kadang-kadang  oksigen
·         Bersifat racun syaraf
·         Toksik thd serangga,mamalia,burung,ikan
·         Persisten dlm tanah
·         Ex. DDT(Dicloro Difenyl Tricloroetana)
·         Merupakan racun yang universal
·         Degradasinya berlangsung sangat lambat
·         Larut dalam lemak

c.Karbamat

Sifat pestisida ini mirip dengan golongan organofosfat, tidak terakumulasi dalam system kehidupan, tetapi cepat diturunkan dan dieliminasi. Penggunaannya cukup luas, baik pada kesehatan masyarakat maupun bidang pertanian. Pestisida ini merupakan pestisida yang aman untuk hewan.
Bahan aktif yang termasuk dalam golongan ini adalah : Karbaril dan Methanil yang telah dilarang penggunaannya. Namun masih banyak formulasi pestisida berbahan aktif golongan Carbamat, misalnya Fungisida Previcur, Toksin 500 F, Insektisida, misalnya Curater 3 G, Dicarzonil 25 Sp. Bahan aktif ini masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan atau termakan dan kemudian akan menghambat enzim kholinesterase seperti pada keracunan organofosfat

·         Mengandung asam karbamat
·         Toksisitasnya rendah thd manusia
·         Ex. karbofuran



d. Bipirilidium

Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Paraquat diklarida yang terkandung dalam Herbisida gramoxone. Gejala keracunan adalah sakit perut, mual, muntah, diare, 2-3 hari terjadi kerusakan ginjal, peningkatan kreatinin lever dan kerusakan paru-paru.

e. Arsen

Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Arsen Pentoksida, Kemirin dan Arsen Pentoksida Dihidrat, yang digunakan untuk insektisida rayap kayu dan rayap tanah, masuk kedalam tubuh melalui mulut dan pernafasan.

4.      Penggolongan Pestisida Berdasarkan Sasarannya

Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran (Wudianto R, 2010) yaitu :
1.         Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa mematikan semua jenis serangga. Insektisida berasal darai bahasa latin insectum yang mempunyai arti keratin atau segmen tubuh seperti yang dapat dilihat dalam tubuh serangga (soemirat, 2003). Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Serangga adalah binatang yang 26% spesiesnya merugikan manusia karena herbivora atau fitofak, sedangkan sebagaian lainnya merugikan manusia karena menyebarkan penyakit pada manusia dan binatang ternak.[1]
Senyawa insektisida terdiri dari beberapa golongan berdasarkan susunan rumus bangunnya, yaitu:[2]
a.       Organoclorines
Adalah senyawa pestisida yang mengandung atom karbon, khlor dan hidrogen dan terkadang oksigen dengan formula umum CxHyClz. Golongan ini terdiri dari DDT, BHC dan siklodien. Senyawa organoclorin memberikan pengaruh terhadap sistem syaraf yang lokasinya berbeda-beda tergantung dari jenis senyawanya. DDT memberik pengaruh terhadap sistem syaraf periferal, BHC dan aldrin menyerang sistem syaraf pusat.
b.      Organophospate
Golongan ini sering disebut organik phospat, Phosporus Insecticides, phosphates, phosphate insecticide dan phosphorus ester atau phosphoric acid esters. Yang merupakan derivat dari phosphoric acid dan biasanya sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Golongan organophospate struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf pusat.
c.       Carbamates
Sifat-sifat dari senyawa ini tidak banyak berbeda dengan senyawa organofosfat baik dari segi aktivitas maupun daya racunnya yaitu menghambat enzim cholinesterase.
d.      Piretroid
Berasal dari bunga Chrysanthemum cinerariaefolium. Mempunyai toksisitas yang rendah tapi dapat menimbulkan alergi pada manusia.
2.         Herbisida adalah senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Ada beberapa jenis herbisida yang belum diketahui secara pasti tingkat toksisitasnya, diantaranya:
a.       Senyawa klorofenoksi misalnya 2,4 asam delorofenoksiasetat dan 2,4,5 asam triklorofenoksiasetat. Senyawa tersebut bekerja dalam tumbuhan sebagai hormon pertumbuhan. Toksisitas pada hewan relatif rendah tapi pada manusia bersifat toksik karena adanya pencemar 2,3,7,8-tetraklorobenzo-p-dioksin.
b.      Herbisida biperidil, toksisitasnya lewat pembentukan radikal bebas.
c.       Herbisida lainnya seperti dinitro-o-kresol (DNOC), amitrol (aminotriazol), karbamat profam dan kloroprofam.
3.         Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan. Senyawa yang terdapat dalam fungisida yaitu:[3]
a.       Senyawa merkuri, misalnya metil dan etil merkuri merupakan fungisida yang efektif dan telah dipergunakan secara luas untuk mengawetkan butir padi-padian. Namun dampak dari penggunaan pestisida ini adalah menyebabkan kematian, dan kerusakan neurologi menetap, sehingga kini tidak digunakan lagi.
b.      Senyawa dikarboksimida seperti dimetil-tiokarbamat (ferbam, tiram dan ziram) dan etilenbisditiokar (maneb, nabam dan zineb). Memiliki toksisitas yang rendah sehingga banyak digunakan dalam pertanian walaupun terdapat kemungkinan bersifat karsinogenik.
c.       Derivat ftalimida misalnya kaptan dan folpet yang toksisitasnya rendah namun berpotensi karsinogenik.
d.      Senyawa aromatik misalnya pentaklorofenol (PCP) sebagai bahan pengawet kayu, pentakloronitrobenzen (PCNB) sebagai fungisida dalam mengolah tanah. Dan zat tersebut bersifat karsinogenik.
e.       Fungisida lain yaitu senyawa N-heterosiklik misalnya benomil dan tiabendazol. Toksistas senyawa ini sangat rendah.
4.         Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus. Senyawa dalam rodentisida diantaranya:[4]
a.       Warfarin yaitu suatu antikoagulan yang bekerja sebagai anti metabolit vitamin K, sehingga menghambat pembentukan protrombin. Bahan kimia ini telah digunakan secara luas karena tingkat toksisitasnya rendah.
b.      Tiourea misalnya ANTU (α-naftiltiourea) sangat toksik untuk tikus tapi tidak bagi manusia.
c.       Natrium flouroasetat dan flouroasetamida yang bersifat sangat toksik, karena itu penggunaan kedua zat ini hanya untuk orang-orang tertentu yang telah memiliki izin.
d.      Rodentisida lainnya mencakup produk tumbuhan seperti alkaloid striknin dan glikosida skilaren. Rodentisida anorganik antara lain seng fosfit, talium fosfat, arsen trioksida dan unsur fosfor.
5.         Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.
6.         Nermatisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda.
7.         Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba.
8.         Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu : siput, bekicot serta tripisan yang banyak dijumpai di tambak.
9.         Pestisida lain seperti Pisisida, Algisida, Advisida dan lain-lain.
10.     Pestisida berperan ganda yaitu pestisida yang berperan untuk membasmi 2 atau 3 golongan organisme pengganggu tanaman.

Berikut beberapa jenis pestisida berdasarkan sasarannya.[5]
   Dari berbagai jenis pestisida yang paling banyak digunakan dalam jumlah yang cukup besar untuk meningkatkan hasil produksi pertanian adalah herbisida, fungisida dan insektisida.

5.      Efek Pestisida Pada Sistem Tubuh
Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran.
Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh:[6]
a.      Paru-paru dan sistem pernafasan
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis). Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.
b.      Hati
Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati.
c.       Ginjal dan saluran kencing
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih.
d.      Sistem syaraf
Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang menuju ke syaraf adalah pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kimia lain yang dapat secara perlahan meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.
e.       Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.
f.       Jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler)
Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.
g.      Kulit
Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.
h.      Sistem reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.
i.        Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan peningkatan fungsi hati sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan hematologik, meningkatkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan kadar ureum dalam darah.
j.        Sistem kekebalan
Reaksi alergi adalah gangguan sistem kekebalan tubuh manusia. Hal ini adalah reaksi yang diberikan tubuh terhadap bahan-bahan asing. Pestisida bervariasi dalam mengakibatkan reaksi alergi.
6.      Penanganan Pestisida
Pengamanan pengelolaan pestisida adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi keracunan dan pencemaran pestisida terhadap manusia dan lingkungannya. Perlengkapan pelindung pestisida terdiri dari:
a.       Pelindung kepala (topi)
b.      Pelindung mata (goggle)
c.       Pelindung pernapasan (repirator)
d.      Pelindung badan (baju overall/apron)
e.       Pelindung tangan (glove)
f.       Pelindung kaki (boot).
Persyaratan pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida adalah sebagai berikut :
a.       Sampah pestisida sebelum dibuang harus dirusak/dihancurkan terlebih dahulu sehingga tidak dapat digunakan lagi
b.      Pembuangan sampah/limbah pestisida harus ditempat khusus dan  bukan di tempat pembuangan sampah umum
c.       Lokasi tempat pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida  harus terletak pada jarak yang aman dari daerah pemukiman dan  badan air
d.      Pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida harus dilaksanakan melalui proses degradasi atau dekomposisi biologis termal dan atau kimiawi.
Untuk menekan risiko dan menghidari dampak negatif penggunaan pestisida bagi pengguna, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni  sebagai berikut:
a.       Peraturan Perundangan
b.      Pendidikan dan Latihan
c.       Peringatan Bahaya
d.      Penyimpanan Pestisida
e.       Tempat Kerja
f.       Kondisi Kesehatan Pengguna
g.      Peralatan Pelindungan[7]

7.        Biopestisida        
Berdasarkan asalnya, biopestisida dapat dibedakan menjadi dua yakni pestisida nabati dan pestisida hayati. Pestisida nabati merupakan  hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, buah, biji atau akar yang senyawa atau metabolit sekundernya memiliki racun terhadap hama dan penyakit tertentu. Pestisida nabati pada umumnya digunakan untuk mengendalikan hama (bersifat insektisidal) maupun penyakit (bersifat bakterisidal). Biopestisida yang terbuat dari bahan-bahan alam tidak meracuni tanaman dan mencemari lingkungan. Pemakaian ekstrak bahan alami secara terus menerus juga diyakini tak menimbulkan resisten pada hama, seperti yang biasa terjadi pada pestisida sintetis.
Lebih lanjut Sastroutomo mengemukakakan bahwa biopestisida yang ada dapat dibedakan dalam
a.       Herbisida biologi (bioherbisida), merupakan pengendalian gulma dengan menggunakan  penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine yang berasal dari Phytophthora palmivora yang digunakan untuk mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk.
b.      Fungisida biologi (biofungisida), menyediakan alternative yang dipakai untuk mengendalikan penyakit jamur. Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah spora Trichoderma sp. Digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu fusarium pada cabai merah. Merek dagangnya ialah Saco P dan Biotri P. biofungisida lainnya menurut Novizan yaitu Gliocladium spesies G.roseum dan G. virens. Produk komersialnya dengan merek dagang Ganodium P direkomendasikan untuk mengendalikan busuk akar pada cabai akibat serangan jamur Sclerotium Rolfsii.
c.       Insektisida biologi (bioinsektisida) berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroba pathogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis. Bacillus thuringiensis var. Israelensis diperdagangkan dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. Jenis insektisida ini efektif untuk membasmi larva nyamuk dan lalat. Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa, Nosema locustae, yang telah dikembangkan membasmi hama dan jangkrik. Nama dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper.

8.      Contoh Biopestisida dan Cara Pembuatan
Biopestisida adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari bahan hidup. Yang akan diuraikan disini adalah biopestisida yang terbuat dari tanaman sehingga disebut Pestisida Nabati. Kandungan bahan kimia dalam tanaman tersebut menunjukkan bioaktivitas pada serangga, seperti bahan penolak (repellent), penghambat makanana (antifeedant), penghambat perkembangan (insect growth regulator), dan penghambat peneluran (oviposition deterrent). Biopestisida sekarang mulai banyak diminati oleh petani karena harga pestisida kimia sangat mahal. Selain itu penyemprotan pestisida kimia yang tidak bijaksana menyebabkan kekebalan terhadap hama dan menimbulkan pencemaran lingkungan.
Berikut contoh dan cara pembuatan biopestisida nabati:

1.                  Biji Pace/Mengkudu
Bahan Aktif               : annonain dan resin
Hama Sasaran           : ulat, hama penghisap (kepik, tungau)
Mekanisme Pengendalian : antifeedant
Cara Pembuatan :  15 - 25 gram biji buah pace ditumbuk sampai halus, lalu hasil tumbukannya direndam selama 1 malam dalam 1 liter air, yang ditambah 1 gram deterjen. Larutan diaduk, kemudian disaring dengan kain halus. Selanjutnya larutan siap disemprotkan ke hama sasaran.

2.                  Daun Tembakau
Bahan Aktif               : nikotin
Hama Sasaran           : belalang, ulat/penggerek
Mekanisme Pengendalian : racun mematikan
Cara Pembuatan : 250 gr (4 genggam) daun tembakau dirajang, lalu direndam 1 malam dalam 8 liter air. Setelah itu daunnya diambil. Air hasil rendaman daun tembakau tadi ditambah deterjen 2 sendok teh, dan diaduk sampai rata. Setelah disaring, larutan siap disemprotkan ke hama sasaran.

3.                  Akar/Kulit Batang/Biji Buah Pacar Cina
Bahan Aktif               : azadirachtin
Hama Sasaran           : ulat, hama penghisap (tungau, kutu)
Mekanisme Pengendalian : antifeedan
Cara Pembuatan :
Akar / Kulit batang / biji buah pacar cina dihancurkan untuk diambil ekstraknya. Selanjutnya dipanaskan selama 10 menit dalam 2 liter air, ditambah 2 sendok makan minyak tanah dan 50 gram deterjen. Kemudian larutan disaring kain halus dan ditambahkan 10 liter air. Larutan siap disemprotkan ke hama sasaran.










[1] Hana Nika Rustia, Pengaruh Pajanan Pestisida, (Depok: FKM UI, 2009)
[2] Mariana Raini, Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida, (Media Litbang Kesehatan, 2007), hlm 11. http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/viewFile/815/1660  
[3] Mariana Raini, Op. Cit, hlm 12
[4] Ibid.
[5] Hana Nika Rustia, Op. Cit.
[6] Afriyanto, Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang, (Semarang: UNDIP, 2008). http://eprints.undip.ac.id/16195/1/AFRIYANTO.pdf
[7] Teguh Budi Prijanto.Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat Pada Keluarga Petani Holtikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.(Undip:Semarang,2009).hlm 31-33