PESTISIDA,
BAHAYA SERTA PENANGGULANGANNYA
|
KELOMPOK 3
|
IKA HUMAEROH,
DECCIA CITRA, SISKA FAUZI, RICHY MAYSANDI, RENDHIKA
|
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA, FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA, 2014
|
PESTISIDA DAN BAHAYANYA
1.
Pestisida
Istilah
pestisida berasal dari bahasa Latin yaitu pestis dan caedo yang
bila diterjemahkan secara bebas berarti racun untuk mengendalikan jasad
pengganggu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun
1973 yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta
jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) seperti serangga, tikus, fungi dan gulma, memberantas rerumputan,
mencegah hama-hama, binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
tanaman.
The
United State Federal Enviromental Pesticide Control Atc (Green, 1979)
mendefenisikan pestisida sebagai semua zat atau campuran zat yang khusus untuk
memberantas, mencegah atau menangkis dari gangguan serangga, binatang pengerat
nematode, cendawan, gulma yang dianggap hama kecuali virus, bakteri.
2.
Toksikologi pestisida
Mekanisme masuknya pestisida
ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui penghirupan, pencernaan dan
kulit. Pestisida terdistribusi ke seluruh jaringan terutama sistem saraf pusat.
Beberapa diantaranya mengalami biotransformasi, dirubah menjadi intermediet
yang lebih toksik (paraoxon) sebelum dimetabolisir (Lu, 1995). Semuanya
mengalami degradasi hydrolysis di dalam hati dan jaringan-jaringan lain, biasanya
dalam waktu hitungan jam setelah absorbsi. Waktu paruh organofosfat berkisar
antara 1-2 hari. Produk degradasinya mempunyai toksisitas yang rendah dan
dikeluarkan/diekskresikan dalam bentuk urin dan faeces.
Toksisitas atau daya racun
pestisida adalah sifat bawaan yang menggambarkan potensi pestisida tersebut
untuk membunuh secara langsung pada hewan atau manusia. Toksisitas dinyatakan
dalam LD50 (lethal dose), yakni jumlah pestisida yang menyebabkan kematian 50%
dari binatang percobaan yang umumnya digunakan adalah tikus. Dosis dihitung
dalam mg per kilogram berat badan (mg/kg). Namun ada perbedaan antara LD50 oral
dan LD50 dermal. LD50 oral adalah dosis yang menyebabkan kematian pada binatang
percobaan tersebut diberikan secara oral atau melalui makanan, sedangkan LD50
dermal ialah dosis yang terpapar melalui kulit (Depkes RI, 2003).
Pestisida meracuni
manusia melalui berbagai proses seperti :
a. Kulit
Hal ini dapat terjadi apabila
pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada kulit ketika petani memegang
tanaman yang baru saja disemprot, ketika pestisida pada kulit atau pakaian,
ketika petani mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau ketika anggota
keluarga mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani atau
pekerja lapangan, cara keracunan yang paling sering terjadi adalah melalui
kulit.
b. Pernafasan
Hal ini paling sering terjadi
pada petani yang menyemprot pestisida atau pada orang-orang yang ada di dekat
tempat penyemprotan. Perlu diingat bahwa beberapa pestisida yang beracun tidak
berbau.
c. Mulut
Hal ini terjadi bila seseorang
meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak, ketika seseorang makan atau
minum air yang telah tercemar, atau ketika makan dengan tangan tanpa mencuci
tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.
3.
Pestisida berdasarkan Struktur Kimia :
a. Organofosfat
Bahan
aktif sebagian besar golongan ini sudah dilarang beredar di Indonesia, misalnya
Diazinon, Fenitol, Fenitration, Klorpirifas, Kulnafas dan Malation. Sedangkan
bahan aktif lainnya dari golongan ini cukup banyak digunakan untuk beberapa
jenis pestisida. Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau
pernafasan. Gejala keracunan adalah timbulnya gerakan otot-otot tertentu, penglihatan
mata terganggu, banyak keringat dan otot tidak bisa digerakkan.
·
Mengandung fosfor
·
Lebih beracun thd manusia dan
vertebrata lainnya dibanding organoklorin
·
Berspektrum luas
·
Persisten dalam tanah
·
Bekerja sebagai racun syaraf
·
Ex. Malathion
b. Organoklorin
Pestisida golongan
organochlorin di Indonesia hanya digunakan untuk memberantas vektor malaria dan
tidak digunakan untuk pertanian. Contoh pestisida organochlorin adalah DDT, Dieldrin
dan Eldrin. Ketentuan ini sesuai dengan Keputusan Bersama Tiga
Menteri Pertanian Republik Indonesia. Residu organoklorin ini dapat bertahan
lama, berakumulasi dalam tanah dan berpengaruh terhadap susunan syaraf terutama
pada membran syaraf dan terakumulasi di dalam lemak manusia.
Pestisida ini merupakan
senyawa yang tidak reaktif, bersifat stabil dan persisten. Jenis ini merupakan
yang paling banyak menimbulkan masalah. Di negara-negara maju penggunaan
pestisida ini telah dibatasi. Gejala keracunan yang disebabkan golongan ini
adalah : sakit kepala, pusing, mual, muntah, mencret, badan lemah, gugup,
gemetar dan kesadaran hilang.
·
Mengandung karbon,klorin,hidrogen,kadang-kadang oksigen
·
Bersifat racun syaraf
·
Toksik thd serangga,mamalia,burung,ikan
·
Persisten dlm tanah
·
Ex. DDT(Dicloro Difenyl Tricloroetana)
·
Merupakan racun
yang universal
·
Degradasinya
berlangsung sangat lambat
·
Larut dalam lemak
c.Karbamat
Sifat
pestisida ini mirip dengan golongan organofosfat, tidak terakumulasi dalam
system kehidupan, tetapi cepat diturunkan dan dieliminasi. Penggunaannya cukup
luas, baik pada kesehatan masyarakat maupun bidang pertanian. Pestisida ini
merupakan pestisida yang aman untuk hewan.
Bahan
aktif yang termasuk dalam golongan ini adalah : Karbaril dan Methanil
yang telah dilarang penggunaannya. Namun masih banyak formulasi pestisida
berbahan aktif golongan Carbamat, misalnya Fungisida Previcur, Toksin
500 F, Insektisida, misalnya Curater 3 G, Dicarzonil 25 Sp. Bahan
aktif ini masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan atau termakan dan kemudian
akan menghambat enzim kholinesterase seperti pada keracunan organofosfat
·
Mengandung asam karbamat
·
Toksisitasnya rendah thd manusia
·
Ex. karbofuran
d. Bipirilidium
Bahan aktif yang termasuk
golongan ini adalah Paraquat diklarida yang terkandung dalam Herbisida
gramoxone. Gejala keracunan adalah sakit perut, mual, muntah, diare, 2-3
hari terjadi kerusakan ginjal, peningkatan kreatinin lever dan kerusakan
paru-paru.
e. Arsen
Bahan aktif yang termasuk
golongan ini adalah Arsen Pentoksida, Kemirin dan Arsen Pentoksida Dihidrat,
yang digunakan untuk insektisida rayap kayu dan rayap tanah, masuk kedalam
tubuh melalui mulut dan pernafasan.
4.
Penggolongan Pestisida Berdasarkan Sasarannya
Penggolongan pestisida
berdasarkan sasaran (Wudianto R, 2010) yaitu :
1.
Insektisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia yang bisa mematikan semua jenis serangga. Insektisida berasal darai bahasa latin insectum yang mempunyai arti keratin
atau segmen tubuh seperti yang dapat dilihat dalam tubuh serangga (soemirat,
2003). Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga. Serangga adalah binatang yang 26% spesiesnya
merugikan manusia karena herbivora atau fitofak, sedangkan sebagaian lainnya
merugikan manusia karena menyebarkan penyakit pada manusia dan binatang ternak.[1]
Senyawa
insektisida terdiri dari beberapa golongan berdasarkan susunan rumus bangunnya,
yaitu:[2]
a. Organoclorines
Adalah
senyawa pestisida yang mengandung atom karbon, khlor dan hidrogen dan terkadang
oksigen dengan formula umum CxHyClz. Golongan
ini terdiri dari DDT, BHC dan siklodien. Senyawa organoclorin memberikan
pengaruh terhadap sistem syaraf yang lokasinya berbeda-beda tergantung dari
jenis senyawanya. DDT memberik pengaruh terhadap sistem syaraf periferal, BHC
dan aldrin menyerang sistem syaraf pusat.
b. Organophospate
Golongan
ini sering disebut organik phospat, Phosporus Insecticides, phosphates,
phosphate insecticide dan phosphorus ester atau phosphoric acid esters. Yang
merupakan derivat dari phosphoric acid dan biasanya sangat toksik untuk hewan
bertulang belakang. Golongan organophospate struktur kimia dan cara kerjanya
berhubungan erat dengan gas syaraf pusat.
c. Carbamates
Sifat-sifat
dari senyawa ini tidak banyak berbeda dengan senyawa organofosfat baik dari
segi aktivitas maupun daya racunnya yaitu menghambat enzim cholinesterase.
d. Piretroid
Berasal
dari bunga Chrysanthemum cinerariaefolium.
Mempunyai toksisitas yang rendah tapi dapat menimbulkan alergi pada
manusia.
2.
Herbisida adalah senyawa kimia beracun
yang dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Ada beberapa jenis herbisida yang belum diketahui secara
pasti tingkat toksisitasnya, diantaranya:
a.
Senyawa
klorofenoksi misalnya 2,4 asam delorofenoksiasetat dan 2,4,5 asam
triklorofenoksiasetat. Senyawa tersebut bekerja dalam tumbuhan sebagai hormon
pertumbuhan. Toksisitas pada hewan relatif rendah tapi pada manusia bersifat
toksik karena adanya pencemar 2,3,7,8-tetraklorobenzo-p-dioksin.
b.
Herbisida
biperidil, toksisitasnya lewat pembentukan radikal bebas.
c.
Herbisida
lainnya seperti dinitro-o-kresol (DNOC), amitrol (aminotriazol), karbamat
profam dan kloroprofam.
3.
Fungisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah
fungsi/cendawan. Senyawa yang
terdapat dalam fungisida yaitu:[3]
a.
Senyawa
merkuri, misalnya metil dan etil merkuri merupakan fungisida yang efektif dan
telah dipergunakan secara luas untuk mengawetkan butir padi-padian. Namun
dampak dari penggunaan pestisida ini adalah menyebabkan kematian, dan kerusakan
neurologi menetap, sehingga kini tidak digunakan lagi.
b.
Senyawa
dikarboksimida seperti dimetil-tiokarbamat (ferbam, tiram dan ziram) dan
etilenbisditiokar (maneb, nabam dan zineb). Memiliki toksisitas yang rendah
sehingga banyak digunakan dalam pertanian walaupun terdapat kemungkinan
bersifat karsinogenik.
c.
Derivat
ftalimida misalnya kaptan dan folpet yang toksisitasnya rendah namun berpotensi
karsinogenik.
d.
Senyawa
aromatik misalnya pentaklorofenol (PCP) sebagai bahan pengawet kayu,
pentakloronitrobenzen (PCNB) sebagai fungisida dalam mengolah tanah. Dan zat
tersebut bersifat karsinogenik.
e.
Fungisida
lain yaitu senyawa N-heterosiklik misalnya benomil dan tiabendazol. Toksistas
senyawa ini sangat rendah.
4.
Rodenstisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis
binatang pengerat, misalnya tikus.
Senyawa dalam rodentisida diantaranya:[4]
a.
Warfarin
yaitu suatu antikoagulan yang bekerja sebagai anti metabolit vitamin K,
sehingga menghambat pembentukan protrombin. Bahan kimia ini telah digunakan
secara luas karena tingkat toksisitasnya rendah.
b.
Tiourea
misalnya ANTU (α-naftiltiourea) sangat toksik untuk tikus tapi tidak bagi
manusia.
c.
Natrium
flouroasetat dan flouroasetamida yang bersifat sangat toksik, karena itu
penggunaan kedua zat ini hanya untuk orang-orang tertentu yang telah memiliki
izin.
d.
Rodentisida
lainnya mencakup produk tumbuhan seperti alkaloid striknin dan glikosida
skilaren. Rodentisida anorganik antara lain seng fosfit, talium fosfat, arsen
trioksida dan unsur fosfor.
5.
Bakterisida.
Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun yang bisa
membunuh bakteri.
6.
Nermatisida, digunakan untuk
mengendalikan nematoda.
7.
Akarisida atau mitisida adalah bahan
yang mengandung senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan
laba-laba.
8.
Moluskisida adalah pestisida untuk
membunuh moluska, yaitu : siput, bekicot serta tripisan yang banyak dijumpai di
tambak.
9.
Pestisida lain seperti Pisisida,
Algisida, Advisida dan lain-lain.
10. Pestisida
berperan ganda yaitu pestisida yang berperan untuk membasmi 2 atau 3 golongan
organisme pengganggu tanaman.
Berikut
beberapa jenis pestisida berdasarkan sasarannya.[5]
Dari berbagai jenis pestisida yang paling
banyak digunakan dalam jumlah yang cukup besar untuk meningkatkan hasil
produksi pertanian adalah herbisida, fungisida dan insektisida.
Bahan kimia dari
kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ
tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan
dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran.
Efek racun bahan kimia
atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh:[6]
a. Paru-paru
dan sistem pernafasan
Efek
jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau
pneumonitis). Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat
menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal.
Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam
saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas,
dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu
bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau
pneumokoniosis.
b.
Hati
Bahan
kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia
menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia
yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap
hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian
sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati
dari kanker hati.
c.
Ginjal dan saluran kencing
Bahan
kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap
ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal
ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih.
d.
Sistem syaraf
Bahan
kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan
kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh
adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh
hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat.
Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang menuju ke syaraf adalah
pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot
dan paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kimia lain yang dapat secara
perlahan meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati
rasa dan kelelahan.
e.
Darah dan sumsum tulang
Sejumlah
bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang
menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan
organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.
f.
Jantung dan pembuluh darah (sistem
kardiovaskuler)
Sejumlah
pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal
terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat
menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan
jantung.
g.
Kulit
Banyak
bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat
menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan
jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar
matahari atau kanker kulit.
h.
Sistem reproduksi
Banyak
bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam
percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat
mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan
fungsi seksual.
i.
Sistem yang lain
Bahan
kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu
seperti kelenjar tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan
peningkatan fungsi hati
sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan hematologik, meningkatkan
kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan kadar ureum dalam
darah.
j.
Sistem
kekebalan
Reaksi alergi adalah gangguan sistem
kekebalan tubuh manusia. Hal ini adalah reaksi yang diberikan tubuh terhadap
bahan-bahan asing. Pestisida bervariasi dalam mengakibatkan reaksi alergi.
6. Penanganan
Pestisida
Pengamanan
pengelolaan pestisida adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah
dan menanggulangi keracunan dan pencemaran pestisida terhadap manusia dan
lingkungannya. Perlengkapan pelindung pestisida terdiri dari:
a. Pelindung
kepala (topi)
b. Pelindung
mata (goggle)
c. Pelindung
pernapasan (repirator)
d. Pelindung
badan (baju overall/apron)
e. Pelindung
tangan (glove)
f. Pelindung
kaki (boot).
Persyaratan
pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida adalah sebagai berikut :
a. Sampah
pestisida sebelum dibuang harus dirusak/dihancurkan terlebih dahulu sehingga
tidak dapat digunakan lagi
b. Pembuangan
sampah/limbah pestisida harus ditempat khusus dan bukan di tempat pembuangan sampah umum
c. Lokasi
tempat pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida harus terletak pada jarak yang aman dari daerah
pemukiman dan badan air
d. Pembuangan
dan pemusnahan limbah pestisida harus dilaksanakan melalui proses degradasi
atau dekomposisi biologis termal dan atau kimiawi.
Untuk
menekan risiko dan menghidari dampak negatif penggunaan pestisida bagi
pengguna, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni sebagai berikut:
a. Peraturan
Perundangan
b. Pendidikan
dan Latihan
c. Peringatan
Bahaya
d. Penyimpanan
Pestisida
e. Tempat
Kerja
f. Kondisi
Kesehatan Pengguna
g. Peralatan
Pelindungan[7]
7.
Biopestisida
Berdasarkan asalnya,
biopestisida dapat dibedakan menjadi dua yakni pestisida nabati dan pestisida
hayati. Pestisida nabati merupakan hasil
ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, buah, biji atau akar
yang senyawa atau metabolit sekundernya memiliki racun terhadap hama dan
penyakit tertentu. Pestisida nabati pada umumnya digunakan untuk mengendalikan
hama (bersifat insektisidal) maupun penyakit (bersifat bakterisidal).
Biopestisida yang terbuat dari bahan-bahan alam tidak meracuni tanaman dan
mencemari lingkungan. Pemakaian ekstrak bahan alami secara terus menerus juga
diyakini tak menimbulkan resisten pada hama, seperti yang biasa terjadi pada
pestisida sintetis.
Lebih lanjut Sastroutomo
mengemukakakan bahwa biopestisida yang ada dapat dibedakan dalam
a.
Herbisida biologi
(bioherbisida), merupakan pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur
dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine yang berasal
dari Phytophthora palmivora yang
digunakan untuk mengendalikan Morrenia
odorata, gulma pada tanaman jeruk.
b.
Fungisida biologi
(biofungisida), menyediakan alternative yang dipakai untuk mengendalikan
penyakit jamur. Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah spora
Trichoderma sp. Digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman
karet dan layu fusarium pada cabai merah. Merek dagangnya ialah Saco P dan
Biotri P. biofungisida lainnya menurut Novizan yaitu Gliocladium spesies
G.roseum dan G. virens. Produk komersialnya dengan merek dagang Ganodium P
direkomendasikan untuk mengendalikan busuk akar pada cabai akibat serangan
jamur Sclerotium Rolfsii.
c.
Insektisida biologi
(bioinsektisida) berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida.
Mikroba pathogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai insektisida biologi
salah satunya adalah Bacillus
thuringiensis. Bacillus thuringiensis
var. Israelensis diperdagangkan dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan
Vektobak. Jenis insektisida ini efektif untuk membasmi larva nyamuk dan lalat.
Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa,
Nosema locustae, yang telah dikembangkan membasmi hama dan jangkrik. Nama
dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper.
8. Contoh
Biopestisida dan Cara Pembuatan
Biopestisida
adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari bahan hidup. Yang akan
diuraikan disini adalah biopestisida yang terbuat dari tanaman sehingga disebut
Pestisida Nabati. Kandungan bahan kimia dalam tanaman tersebut menunjukkan
bioaktivitas pada serangga, seperti bahan penolak (repellent),
penghambat makanana (antifeedant), penghambat perkembangan (insect
growth regulator), dan penghambat peneluran (oviposition deterrent).
Biopestisida sekarang mulai banyak diminati oleh petani karena harga pestisida
kimia sangat mahal. Selain itu penyemprotan pestisida kimia yang tidak
bijaksana menyebabkan kekebalan terhadap hama dan menimbulkan pencemaran
lingkungan.
Berikut contoh dan cara pembuatan biopestisida
nabati:
Bahan Aktif :
annonain dan resin
Hama Sasaran : ulat, hama penghisap (kepik,
tungau)
Mekanisme Pengendalian
: antifeedant
Cara
Pembuatan : 15
- 25 gram biji buah pace ditumbuk sampai halus, lalu hasil tumbukannya direndam
selama 1 malam dalam 1 liter air, yang ditambah 1 gram deterjen. Larutan
diaduk, kemudian disaring dengan kain halus. Selanjutnya larutan siap
disemprotkan ke hama sasaran.
Bahan Aktif :
nikotin
Hama Sasaran : belalang, ulat/penggerek
Mekanisme Pengendalian
: racun mematikan
Cara
Pembuatan : 250 gr (4 genggam) daun tembakau
dirajang, lalu direndam 1 malam dalam 8 liter air. Setelah itu daunnya diambil.
Air hasil rendaman daun tembakau tadi ditambah deterjen 2 sendok teh, dan
diaduk sampai rata. Setelah disaring, larutan siap disemprotkan ke hama
sasaran.
Bahan Aktif : azadirachtin
Hama Sasaran : ulat, hama penghisap (tungau, kutu)
Mekanisme Pengendalian
: antifeedan
Cara Pembuatan :
Akar
/ Kulit batang / biji buah pacar cina dihancurkan untuk diambil ekstraknya.
Selanjutnya dipanaskan selama 10 menit dalam 2 liter air, ditambah 2 sendok
makan minyak tanah dan 50 gram deterjen. Kemudian larutan disaring kain halus
dan ditambahkan 10 liter air. Larutan siap disemprotkan ke hama sasaran.
[1] Hana Nika Rustia, Pengaruh
Pajanan Pestisida, (Depok: FKM UI, 2009)
[2] Mariana Raini, Toksikologi
Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida, (Media Litbang
Kesehatan, 2007), hlm 11. http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/viewFile/815/1660
[3] Mariana Raini, Op. Cit, hlm
12
[4] Ibid.
[5] Hana Nika Rustia, Op. Cit.
[6]
Afriyanto, Kajian Keracunan Pestisida Pada
Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bandungan
Kabupaten
Semarang, (Semarang:
UNDIP, 2008). http://eprints.undip.ac.id/16195/1/AFRIYANTO.pdf
[7] Teguh Budi Prijanto.Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida
Organofosfat Pada Keluarga Petani Holtikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten
Magelang.(Undip:Semarang,2009).hlm 31-33